Tas Selempang Hitam - Dongeng Anak dimuat di Majalah Bobo
Cerita ketiga yang diimuat di Majalah Bobo No. 18 Kamis, 10 Agustus 2017. Ini namanya dongeng benda mati. Baca yuk.
Tas Selempang
Hitam
Hamidah Jauhary
“Hitam, lihat itu! Dia datang lagi,” ujar sebuah tas ransel berwarna cokelat.
Tas selempang hitam yang akrab dipanggil Si Hitam itu pun menoleh ke
luar kaca etalase. Dilihatnya seorang anak perempuan berumur sekitar sepuluh
tahun mendekati etalase dari luar toko.
Wow, manis sekali senyumnya. Si Hitam suka sekali melihat anak
perempuan itu tersenyum.
“Tunggu ya, tas hitam,” ujar anak perempuan di luar etalase. “Sebentar
lagi uangku pasti akan cukup untuk membelimu.”
Si Hitam pun senang
mendengarnya. Tentu saja ia akan bersabar menunggu. Itulah alasan mengapa ia suka
bersembunyi dibalik tas lain saat ada orang melihat ke arahnya. Hitam hanya ingin
dimiliki oleh anak perempuan di luar etalase itu.
***
“Wah, bagaimana ini?”
suara seorang ibu terdengar kecewa.
Si Hitam mengintip
dibalik Si Ransel Biru. Ibu itu cantik dan dandanannya cukup modis. Si Hitam jadi
penasaran apa yang sebenarnya dicari Ibu tersebut.
Mbak Mili, pegawai toko,
meminta maaf. ‘Stok tas selempang kami sudah habis, Bu Winda. Tas baru baru akan
datang 1 atau 2 minggu lagi.”
“Aku tidak bisa menunggu
selama itu,” keluh Bu Winda. “Anakku akan berulang tahun lusa.”
Ooh.. rupanya Ibu itu
ingin membeli tas selempang untuk kado ulang tahun anaknya. Si Hitam
manggut-manggut. Ia tak sadar kalau tubuhnya mulai bergeser.
Saat itulah Bu Winda
melihat Hitam.
“Lho, itu ada tas
selempang!” tunjuk Bu Winda.
Si Hitam terkejut. Ia
tak menyangka kalau Bu Winda akan melihatnya. Hitam sudah tak mungkin lagi
bersembunyi.
“Oh, itu tas lama, Bu
Winda,” ujar Mbak Mili.
Tapi Bu Winda rupanya
tak keberatan. Ia akhirnya tetap membeli Si Hitam dan membawanya pulang. Si Hitam
mau tak mau harus merelakan dirinya dimiliki Bu Winda.
***
Si Hitam melihat tatapan
anak itu. Sangat berbeda dengan tatapan anak perempuan yang selalu memandangi
Hitam saat di toko.
“Selamat ulang tahun,
Chila. Kamu suka?” tanya Bu Winda. “Itu satu-satunya tas selempang yang tersisa
di toko kemarin.”
“Mm.. iya. Terima kasih,
Ma,” jawab Chila ragu-ragu.
Namun, Si Hitam bisa
merasakan kalau Chila tidak benar-benar menyukainya. Hitam jadi sedih.
“Aku harus bagaimana?”
gumam Chila saat sendirian di kamarnya. “Teman-teman pasti akan mengejekku
kalau memakai tas kusam ini.”
Si Hitam semakin sedih
mendengarnya. Ternyata benar, Chila tidak menyukainya.
***
“Ma,” ujar Chila
takut-takut. Ia membawa Si Hitam bersamanya.
Bu Winda yang sedang
membaca majalah menoleh. “Iya, ada apa, sayang?”
“Maaf. Tapi… aku… aku
kurang suka tasnya,” ucap Chila sambil menunduk.
Bu Winda diam
memerhatikan. Si Hitam jadi penasaran apa yang hendak Chila lakukan
selanjutnya.
“Boleh aku berikan ini
pada Rini, anak Bik Jum? Ulang tahunnya sama denganku,” lanjut Chila. “Aku
pakai tas yang lama saja.”
Bu Winda meminta Chila
duduk di sampingnya. Dibelainya rambut Chila lembut. Hitam bisa merasakan kalau
Bu Winda sangat menyayangi anaknya.
“Kenapa tidak suka?”
tanya Bu Winda lembut.
“Aku tidak suka warna
hitam, Ma. Modelnya juga sudah lama dan warnanya kusam,” kata Chila pelan.
“Ya sudah,” jawab Bu
Winda. “Kita cari Bik Jum, yuk.”
Chila dan Bu Winda
kemudian membawa Hitam ke dapur. Bik Jum adalah asisten rumah tangga di rumah Bu
Winda. Ia tinggal bersama anaknya. Setelah tahu bahwa anaknya akan diberi
hadiah, Bik Jum langsung memanggil Rini.
Begitu melihat wajah
Rini, Si Hitam kaget sekaligus senang. Ya. Rini adalah anak perempuan dengan
senyum manis yang selalu menatapnya di balik kaca etalase toko. Jika saja Si Hitam
punya kaki, pasti ia sudah melonjak kegirangan. Ia senang bisa dimiliki oleh
Rini.
“Benarkah tas itu untukku?” tanya Rini gembira.
Bu Winda mengangguk dan tersenyum. “Ini hadiah ulang tahun dari Chila.
Ulang tahun Rini sama dengan Chila, kan?”
Rini mengangguk. “Terima kasih, Bu. Terima kasih, Chila. Aku senang
sekali.”
“Kenapa kamu sangat senang?” Chila penasaran.
Rini lalu menceritakan bahwa tasnya sudah jelek. Ia sudah lama ingin
membeli tas selempang hitam itu. Tapi tabungannya belum cukup. Kemarin saat ke
toko dan ternyata Hitam sudah tidak ada, ia merasa sedih. Sekarang, ia sangat
gembira karena bisa memiliki Hitam.
Mendengar penjelasan Rini tersebut, Chila pun jadi tersentuh hatinya
“Maaf ya, Ma. Lain kali aku akan belajar bersyukur dan menghargai
pemberian orang. Seperti Rini,” bisik Chila di telinga Bu Winda.
Bu Winda mengangguk dan tersenyum. Hitam juga senang karena Chila
berubah. Chila menyerahkan Si Hitam pada Rini yang tersenyum lebar.
*****
Komentar
Posting Komentar