Tak Lekang Oleh Masa - Review Buku "Yang Merah Khusus Buat Norah" Karya Nurhayati Pujiastuti

Judul: Yang
Merah Khusus Buat Norah (Kumpulan Cerpen Remaja)
Penulis: Nurhayati Pujiastuti
Penerbit: At & Bil Publishing House
Sebetulnya
saya ingin menyelesaikan buku ini dengan cepat sejak lama. Tapi, karena buku
ini kecil dan mudah dibawa, maka saya membacanya khusus kalau menunggu Harits
terapi saja. Eh, beberapa hari ini saya sadar kalau di bulan Maret saya belum
mereview satu buku pun. Makanya saya langsung menyelesaikan membaca buku mungil
ini hanya dalam hitungan jam.
Oh ya, saya
dapat tanda tangan dan kalimat penyemangat dari Ibu Nur lho. Penyemangat untuk
menulis. Asik kan? Hehe..

Ada tulisan "love" juga π Bikin melting π
Buku ini
menurut Ibu Nur, penulisnya, buku lama. Memang terlihat dari biodata penulis di
halaman belakang, blog Ibu Nur masih tertulis blogspot(dot)com. Padahal saat
ini blog beliau sudah yang (dot)com. Tapi karena di halaman copyright tidak ada
tahun terbit, jadi saya tidak tahu sudah selama apa buku ini.
Meskipun lama,
menurut saya isi buku ini tak akan lekang oleh waktu deh. Cocok juga dibaca
remaja di masa sekarang. Itu karena tema-tema cerpennya universal dan memang
sering terjadi di kalangan remaja.
Ada 14 cerpen
di buku ini. Semuanya singkat-singkat tapi mengena.
Dari buku ini
saya belajar banyak hal. Tentang dunia remaja, juga tentang kepenulisan. Dunia
remaja itu luas, banyak hal bisa dijadikan cerita. Dari hal yang kelihatan
sepele dan sederhana, bisa jadi cerita yang asik jika kita bisa mengambil sisi
yang berbeda.
Bu Nur selalu
menghadirkan ending yang twist di semua cerpennya di buku ini. Dari situ saya
juga belajar banyak hal soal kepenulisan.
Saya paling
suka cerpen yang jadi judul bukunya, Yang Merah Khusus Buat Norah (hal 35).
Ternyata ada alasan kenapa Koko selalu meminta Norah memakai baju merah.
Cerita
"Tary? Oh No!" (hal 83) tentang Tary yang suka pakai kaos turtle neck juga lucu. Endingnya
benar-benar twist dan bikin ngakak π
Hanya saja,
cerita berjudul "Siapa yang Bisa Menolak Susi?" (hal 58) kurang bisa
saya mengerti jalan ceritanya secara keseluruhan. Yah, mungkin saya saja yang
agak tulalit, hihi..
Gaya bercerita
Ibu Nur, salah satu guru nulis saya, ini memang tidak berubah sejak dulu.
Selalu singkat dan padat kalimat-kalimatnya. Hanya saja, di buku ini seringnya
saya dibuat mengernyit berulang kali. Soalnya di dialog sering tidak diberi
penjelasan siapa yang sedang berbicara, jadi butuh waktu untuk mengira-ngira.
Kadang saya juga baru paham siapa yang sedang bicara jika sudah membaca
beberapa kalimat selanjutnya.
Meski begitu,
buku ini tetap asik kok. Cocok bagi saya yang sedang semangat cari ide untuk
membuat cerpen remaja lagi setelah 2 tahun ini (2015 & 2016) saya lebih
sering menulis non fiksi dan cerita anak. Cerita-ceritanya juga banyak yang
inspiratif. Yah, Ibu Nur memang salah satu penulis yang keren. Jadi tak heran
kalau naskahnya juga keren.
Komentar
Posting Komentar